Di tengah krisis biaya hidup dan kenaikan harga bahan pokok, mahasiswa berada di titik yang pelik. Gaya hidup sehat menjadi impian, tetapi isi dompet kerap kali tak sejalan. Banyak dari mereka memilih makanan cepat saji atau mie instan sebagai jalan pintas bertahan hidup. Namun, muncul pertanyaan: mungkinkah menjalani diet sehat hanya dengan Rp100 ribu per minggu?
Menurut Najmatul Fauziyah, SGz, seorang nutrisionis, mahasiswa usia produktif perlu memenuhi kebutuhan gizi dasar yang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air dalam proporsi yang seimbang. Namun, dalam kondisi anggaran terbatas, zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral sering kali dikorbankan. Padahal, meski dibutuhkan dalam jumlah kecil, zat mikro ini memiliki peran penting dalam menjaga fungsi tubuh.

“Vitamin dan mineral bisa didapat dari bahan makanan murah seperti ikan, sayuran hijau, serta kacang-kacangan,” jelasnya. Mahasiswa sebenarnya bisa tetap memenuhi kebutuhan gizi dengan memilih bahan lokal dan memanfaatkan makanan musiman. Hal ini dapat menekan biaya belanja mingguan tanpa mengorbankan kualitas nutrisi.
Dampak Kurang Gizi dan Pentingnya Variasi Menu
Kurangnya asupan gizi dapat menimbulkan dampak serius. Dalam jangka pendek, tubuh akan mudah lelah dan sulit berkonsentrasi. Proses berpikir melambat, dan produktivitas akademik bisa terganggu. Sedangkan dalam jangka panjang, risiko penyakit kronis meningkat. Sistem kekebalan tubuh pun melemah sehingga tubuh lebih rentan terhadap infeksi.
Najmatul menyebutkan bahwa salah satu solusi untuk tetap sehat dengan budget terbatas adalah menyusun menu mingguan yang terencana. Dengan anggaran Rp100 ribu, ia menyusun daftar belanja berisi bahan pangan lokal seperti kangkung, sawi, bayam, tahu, tempe, telur, ayam, dan tongkol. Daftar ini dirancang sedemikian rupa agar cukup dikonsumsi selama satu minggu.

Contoh menu mingguan yang disusunnya adalah sebagai berikut:
- Hari ke-1: Soto ayam
- Hari ke-2: Tumis pakcoy dan tempe goreng
- Hari ke-3: Tumis tempe, telur puyuh, dan wortel
- Hari ke-4: Sayur sop dan tahu goreng
- Hari ke-5: Pepes tongkol dan tumis kangkung
- Hari ke-6: Sayur bayam dan tahu goreng
- Hari ke-7: Mie goreng dengan sawi dan telur rebus
“Kunci utamanya adalah kreativitas dalam mengolah bahan dan memahami kebutuhan gizi dasar tubuh,” ujarnya. Menurutnya, dengan pemilihan bahan pangan lokal yang tepat, mahasiswa tetap bisa memenuhi kebutuhan gizi harian.
Dalam menyusun menu, variasi juga menjadi kunci penting. Najmatul menjelaskan bahwa setiap jenis makanan memiliki nutrisi yang berbeda. Ketika mahasiswa hanya makan dengan prinsip ‘yang penting kenyang’, maka kebutuhan nutrisi tubuh bisa tidak terpenuhi. Oleh karena itu, konsumsi berbagai makanan yang bervariasi sangat dianjurkan.
Mie Instan dan Menu Seimbang yang Layak Dicoba
Fenomena mie instan yang menjadi andalan banyak mahasiswa, Najmatul mengingatkan bahwa konsumsi mie instan sebaiknya dibatasi maksimal dua kali per minggu. Mie instan mengandung natrium tinggi, lemak jenuh, dan pengawet yang berisiko pada kesehatan jangka panjang seperti obesitas, hipertensi, dan penyakit jantung. Jika memang harus mengonsumsi mie instan, sebaiknya ditambahkan sayuran dan sumber protein agar lebih seimbang.
Menu sederhana tetap bisa memenuhi prinsip gizi seimbang. Contohnya, untuk sarapan bisa disiapkan nasi putih, ayam goreng, tempe bacem, sayur dengan bumbu pecel, dan buah pisang. Makan siang dapat terdiri atas nasi putih, sayur kelor, tumis tongkol dan tahu, serta buah pepaya. Untuk makan malam, pilihan seperti nasi putih, telur balado, dan tumis wortel bisa menjadi kombinasi yang menyehatkan.

Langkah Praktis Memulai Pola Makan Sehat
Dalam wawancara yang sama, Najmatul memberikan saran praktis bagi mahasiswa yang ingin mulai makan sehat. Pertama, ia menyarankan perencanaan menu mingguan. Langkah ini akan memudahkan dalam belanja dan membantu menjaga keseimbangan gizi. Kedua, ia menyarankan membawa bekal dari rumah atau kost, karena memasak sendiri jauh lebih hemat daripada membeli makanan di luar. Ketiga, jadwal makan yang teratur penting untuk menjaga metabolisme tubuh.Keempat, konsumsi makanan sebaiknya mengikuti prinsip “Isi Piringku” dari Kementerian Kesehatan

Dalam piring makan, sepertiga bagian diisi makanan pokok sebagai sumber energi, sepertiga bagian lainnya diisi sayuran untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, dan masing-masing seperenam bagian diisi protein serta buah-buahan. Kelima, konsumsi air putih minimal delapan gelas per hari juga tak boleh dilupakan. “Kebiasaan mahasiswa yang terlalu banyak mengonsumsi makanan cepat saji dan cemilan tak sehat sebaiknya mulai dikurangi,” tambah Najmatul.
Dari pengamatannya, tantangan utama dalam menjalani diet sehat dengan dana terbatas adalah tingginya harga produk makanan sehat di pasaran. Hal ini membuat banyak mahasiswa akhirnya merasa putus asa dan kembali ke pola makan instan. Selain itu, banyak yang mencoba diet secara ketat demi alasan cepat turun berat badan, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang pada kesehatan.
Diet sehat Investasi Cerdas untuk Mahasiswa
Najmatul mengingatkan bahwa diet bukan sekadar membatasi makanan, tetapi mengatur pola makan secara seimbang. Mahasiswa perlu menanamkan mindset bahwa makan sehat bukanlah gaya hidup mahal, melainkan gaya hidup cerdas. Dengan strategi yang tepat, seperti belanja bahan lokal, memasak sendiri, dan menjaga variasi menu, diet sehat bisa tercapai meski hanya dengan uang Rp100 ribu per minggu.

Di tengah kesibukan akademik, tekanan sosial, dan keterbatasan finansial, mahasiswa perlu mengambil langkah kecil namun konsisten dalam menjaga pola makan. Inisiatif seperti menyusun menu mingguan, membawa bekal sendiri, dan memperhatikan isi piring bisa menjadi awal dari gaya hidup sehat yang lebih berkelanjutan.
Diet sehat tidak harus identik dengan mahal. Dengan pengetahuan gizi dasar, perencanaan yang baik, dan kreativitas mengolah makanan, mahasiswa tetap bisa menjaga keseimbangan nutrisi tubuh tanpa membuat dompet menjerit. Kini, keputusan kembali pada mahasiswa: mau tetap bertahan dengan mie instan atau mulai melangkah menuju pola makan yang lebih sehat? Satu hal yang pasti, makan sehat adalah bentuk investasi terbaik untuk masa depan yang lebih kuat baik secara fisik, mental, maupun akademik.