Cimplung Banyumas

For your plate, Halo konco luwe! Banyumas menyimpan banyak cerita kuliner yang kaya akan sejarah dan nilai budaya. Di tengah gempuran makanan modern dan instan, beberapa hidangan tradisional masih bertahan dan tetap digemari masyarakat lokal. Salah satunya adalah Cimplung, sajian sederhana yang penuh kehangatan dan kenangan masa lalu.

Masyarakat desa di Banyumas menyebut Cimplung sebagai makanan yang wajib hadir dalam berbagai momen, mulai dari sarapan pagi, bekal ke ladang, hingga suguhan saat acara syukuran dan hajatan. Rasanya yang manis, teksturnya yang lembut, dan proses pembuatannya yang alami menjadikan Cimplung sebagai simbol kekayaan kuliner Jawa yang perlu dilestarikan.

Asal Usul dan Makna Filosofi Cimplung

Cimplung Banyumas
Sumber: Animated by ai

Cimplung berasal dari tradisi kuliner masyarakat agraris di daerah Banyumas, Jawa Tengah. Nama “Cimplung” merujuk pada proses pembuatannya, yaitu mencemplungkan atau merendam singkong ke dalam air nira atau larutan gula kelapa yang mendidih. Kata “cimplung” sendiri dalam bahasa Banyumasan berarti “dicelupkan” atau “dimasukkan ke air”.

Masyarakat zaman dahulu memanfaatkan hasil panen singkong dan air nira dari pohon kelapa untuk membuat makanan yang tahan lama dan bergizi. Cimplung pun lahir sebagai solusi pangan tradisional yang hemat dan bergizi tinggi, sekaligus mencerminkan prinsip hidup masyarakat desa: sederhana, alami, dan penuh rasa syukur.

Bahan-Bahan Alami dan Teknik Memasak yang Tradisional

Pembuatan Cimplung sangat sederhana dan hanya memerlukan beberapa bahan utama, yaitu singkong, gula kelapa atau gula aren, dan air. Namun, setiap keluarga biasanya memiliki resep dan takaran khas masing-masing yang diwariskan secara turun-temurun.

Para ibu rumah tangga di desa biasanya memanen singkong dari kebun sendiri. Setelah itu, mereka mengupas dan mencuci bersih singkong, lalu memotongnya menjadi bagian kecil. Sementara itu, mereka merebus air bersama gula kelapa hingga mendidih dan mengeluarkan aroma khas karamel.

Ketika larutan gula mulai mengental, mereka memasukkan potongan singkong ke dalamnya. Proses merebus berlangsung cukup lama, sekitar 1–2 jam, hingga singkong menyerap manisnya gula dan teksturnya berubah menjadi lembut dan legit. Proses ini berlangsung di atas tungku kayu bakar, yang menambah aroma khas pada hasil akhirnya. Beberapa variasi Cimplung juga menggunakan bahan seperti ubi jalar atau talas, tergantung musim panen dan ketersediaan bahan lokal.

Cita Rasa dan Sensasi Makan yang Otentik

Cimplung menyuguhkan rasa manis alami yang tidak membuat enek. Gula kelapa menciptakan rasa yang dalam dan kompleks, sementara singkong menghadirkan sensasi lembut namun tetap kenyal. Sajian ini sangat cocok untuk dinikmati hangat saat pagi hari atau sore menjelang senja.

Masyarakat Banyumas sering menyantap Cimplung bersama teh panas atau kopi hitam. Kombinasi ini menciptakan rasa hangat di tubuh dan memberikan energi untuk beraktivitas, terutama bagi para petani dan pekerja ladang.

Cimplung di Tengah Tantangan Modernisasi

Meski tetap dicintai oleh generasi tua, Cimplung kini mulai sulit ditemukan di kota. Makanan tradisional ini mulai tergeser oleh kue-kue modern dan makanan instan. Namun, beberapa pelaku UMKM dan pegiat kuliner tradisional di Banyumas berusaha menghidupkan kembali pamor Cimplung melalui festival kuliner, kelas memasak tradisional, dan penjualan daring.

Beberapa desa wisata juga menjadikan Cimplung sebagai bagian dari paket wisata kuliner yang ditawarkan kepada wisatawan lokal maupun mancanegara. Wisatawan dapat belajar langsung cara membuat Cimplung sambil merasakan suasana desa yang tenang dan asri.

Cimplung, Warisan Rasa yang Harus Dilestarikan

Cimplung bukan sekadar makanan, tetapi juga bagian dari identitas budaya masyarakat Banyumas. Proses pembuatannya yang alami, rasa manis legit dari gula kelapa, serta nilai kebersamaan yang terkandung di dalamnya menjadikan Cimplung sebagai simbol kuliner desa yang penuh makna.

Masyarakat perlu terus menjaga dan mengenalkan Cimplung kepada generasi muda agar warisan kuliner ini tidak hilang ditelan zaman. Dengan pelestarian yang tepat, Cimplung bisa terus hidup dan menjadi ikon rasa dari dapur tradisional Jawa Tengah yang membanggakan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *