gethuk pisang khas kediri

For your plate, Halo konco luwe! Masyarakat di Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah mengenal getuk pisang sebagai camilan yang lahir dari kreativitas memanfaatkan hasil kebun. Petani pada masa lalu memanfaatkan pisang yang matang sempurna dengan cara mengolahnya menjadi kudapan manis. Tradisi itu berkembang pesat di daerah Kediri, Blitar, dan sekitarnya, karena wilayah tersebut menghasilkan pisang raja nangka dan pisang kepok yang berkualitas. Seiring waktu, getuk pisang menempati posisi penting dalam jajaran jajanan pasar yang mewarnai acara keluarga, pasar pagi, hingga pesta rakyat.

Proses Pembuatan yang Menjaga Keaslian

pedagang pisang di pasar
Sumber : Tyas Indayanti/canva

Pengrajin getuk pisang memulai pekerjaan dengan memilih buah yang benar-benar matang agar menghasilkan aroma harum dan tekstur lembut. Mereka mengukus pisang bersama sedikit gula merah hingga harum, kemudian menghaluskannya hingga berbentuk adonan. Tepung singkong atau tepung ketan ikut memperkuat tekstur. Setelah adonan tercampur rata, pengrajin mencetaknya dengan cara digulung memakai daun pisang atau plastik khusus agar bentuknya rapi. Mereka mengukus kembali gulungan itu hingga matang sempurna. Setiap langkah menuntut ketelitian agar rasa manis pisang berpadu seimbang dengan gurih tepung.

Getuk pisang menawarkan rasa manis alami yang lembut di lidah. Aroma harum pisang dan gula merah berpadu dengan sentuhan gurih dari kelapa parut yang sering menjadi taburan. Beberapa pembuat menambahkan sedikit kayu manis atau pandan agar wanginya semakin memikat. Tekstur legit yang berpadu dengan kelapa menciptakan sensasi tradisional yang membuat banyak orang kembali mencarinya. Sajian ini tidak hanya memberi kepuasan rasa, tetapi juga menghadirkan kehangatan yang melekat pada memori masa kecil.

Nilai Sosial dan Kehangatan Budaya

Getuk pisang melampaui fungsi sebagai sekadar camilan. Warga kerap menyajikannya dalam hajatan, syukuran panen, atau arisan keluarga. Para tetangga saling membantu menyiapkan bahan, mengukus pisang, hingga membungkusnya bersama-sama. Aktivitas itu mempererat hubungan sosial dan mencerminkan semangat gotong royong. Di banyak desa, penjual getuk pisang juga menjadi bagian penting dari denyut ekonomi rakyat. Mereka berkeliling dengan tampah berisi gulungan getuk yang masih hangat, menciptakan pemandangan khas yang terus bertahan meski zaman berubah.

Popularitas getuk pisang mendorong banyak pelaku usaha untuk mengemasnya lebih modern. Beberapa toko oleh-oleh mengolah resep klasik menjadi varian baru dengan tambahan keju, cokelat, atau wijen. Meskipun tampil lebih segar, mereka tetap mempertahankan dasar resep tradisional agar cita rasa asli tidak hilang. Kemasan rapi membantu getuk pisang merambah pasar wisata, menjadikannya suvenir manis yang mudah dibawa pulang.

Pesan dari Sebuah Kudapan

Getuk pisang membawa pesan tentang kesederhanaan yang memancarkan kehangatan. Kudapan ini mengajarkan bahwa bahan lokal mampu menghasilkan produk lezat tanpa kehilangan identitas budaya. Setiap suapan mengingatkan orang pada kebun pisang yang rimbun, asap kukusan di dapur kayu, dan tawa anggota keluarga yang bergotong royong. Keunikan itu menjadikan getuk pisang simbol kearifan lokal yang terus hidup.

Keberadaan getuk pisang menunjukkan betapa kuliner tradisional mampu melewati waktu. Keharumannya mengikat cerita tentang kreativitas, kerja sama, dan kecintaan pada alam. Saat seseorang menggigit getuk pisang yang masih hangat, ia tidak hanya menikmati makanan; ia juga menyelami sejarah panjang yang lahir dari tangan-tangan sabar penjaga cita rasa Nusantara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *