FPR YOUR PLATE, Halo konco luwe! Di tengah ramainya kuliner kekinian dan makanan instan, ada satu hidangan khas Lamongan yang tetap setia membawa rasa masa lalu: boranan. Bukan sekadar nasi campur, boranan adalah warisan kuliner yang menyimpan cerita, budaya, dan kehangatan dalam setiap bungkus daun pisangnya.
Lebih dari Sekadar Nasi Campur

Sepintas, boranan mungkin terlihat sederhana. Tapi bagi orang Lamongan, ini lebih dari sekadar makanan—ini bagian dari identitas. Seporsi boranan biasanya terdiri dari nasi putih hangat, lauk seperti empuk (ayam atau telur berbumbu kuning), tahu, tempe, serundeng kelapa, peyek, dan yang paling spesial: bumbu boran.
Bumbu boran adalah rahasia kelezatannya. Dibuat dari kelapa parut, kunyit, bawang, kencur, dan aneka rempah yang disangrai hingga harum, bumbu ini menghadirkan perpaduan rasa gurih, pedas, dan sedikit manis yang menggoda selera. Uniknya, setiap penjual punya racikan sendiri—tak ada dua boranan yang benar-benar sama.
Lebih dari Sekadar Kuliner
Boranan adalah makanan dengan jiwa. Setiap suapannya mengingatkan pada pagi-pagi sibuk di rumah nenek, suara riuh pasar, dan obrolan ringan dengan tetangga. Ini adalah kuliner yang mengajarkan nilai kebersamaan, kesederhanaan, dan cinta terhadap tradisi.
Banyak perantau Lamongan yang rindu berat pada boranan. Meskipun beberapa mencoba menghadirkannya di kota besar, rasanya tak pernah benar-benar sama. Sebab boranan bukan sekadar soal rasa—tapi juga soal suasana dan kenangan.
Tetap Eksis di Tengah Tren
Meski zaman berubah, boranan tetap punya tempat di hati. Generasi muda Lamongan kini ikut mempopulerkannya di media sosial, bahkan membuka warung boranan dengan sentuhan modern tanpa meninggalkan akar tradisinya. Pemerintah daerah pun ikut mendukung lewat festival kuliner dan promosi wisata.
Boranan kini tak hanya dijual di pasar, tapi juga tampil di ajang lomba masak dan pameran budaya. Ia naik kelas—tanpa kehilangan jiwanya.
Boranan adalah bukti bahwa makanan tradisional bisa tetap relevan dan membanggakan. Dengan rasa yang khas, penyajian autentik, dan makna budaya yang kuat, boranan lebih dari sekadar makanan. Ia adalah warisan yang patut dijaga.
Jadi, jika suatu hari kamu ke Lamongan, jangan cuma cari soto. Cobalah duduk santai di pinggir pasar, cari Mbok Boranan, dan nikmati satu bungkus hangat boranan. Rasanya bukan cuma dari rempah—tapi juga dari kenangan, cinta, dan budaya yang hidup dalam setiap suapannya.
FAQ
- Apa itu boranan?
Boranán adalah hidangan khas Lamongan berupa nasi campur yang disajikan dengan aneka lauk seperti empuk (ayam atau telur berbumbu kuning), tahu, tempe, serundeng, peyek, dan bumbu spesial yang disebut bumbu boran. Disajikan dalam bungkus daun pisang, makanan ini bukan sekadar kuliner—ia adalah cerminan tradisi dan cita rasa lokal yang kaya.
- Apa yang membedakan boranan dari nasi campur biasa?
Rahasia keunikan boranan terletak pada bumbu boran—perpaduan parutan kelapa dengan rempah-rempah seperti kunyit, kencur, dan bawang, yang disangrai hingga harum. Setiap penjual punya racikan sendiri, menjadikan setiap boranan punya rasa khas yang tak bisa disamakan.
- Mengapa disebut “boranan”?
Nama “boranan” berasal dari boran, yaitu kotak pikulan berbentuk kayu yang digunakan para penjual untuk membawa nasi dan lauk-pauk. Para pedagang ini biasa disebut “Mbok Boranan”, sosok ibu-ibu tangguh yang menjadi ikon kuliner jalanan Lamongan.
- Apakah boranan hanya bisa dinikmati di Lamongan?
Secara autentik, ya. Meskipun ada yang mencoba menjualnya di luar Lamongan, cita rasa dan suasana khas boranan sulit ditiru. Sebab, boranan tak hanya soal rasa—tapi juga tentang cara penyajian, suasana pasar, dan budaya lokal yang menyertainya.