FOR YOUR PLATE, Halo Konco Luwe! Salah satu alasan mengapa brem tetap populer di kalangan masyarakat hingga saat ini adalah karena keunikan teksturnya yang camilan tradisional lain tidak memilikinya. Uniknya jajanan ini juga memiliki tekstur ketika pertama kali kita sentuh dan gigit terasa padat dan cukup keras. Namun, begitu brem masuk ke dalam mulut, tekstur padat tersebut langsung berubah seolah meleleh dan hancur perlahan. Setelah tergigit, jajanan ini akan menciptkan sensasi lembut yang sangat khas dan memanjakan lidah. Itulah keunikan jajanan ini membuat semua orang akan selalu mengingatnya.

Dari segi rasa, jajanan ini menawarkan kombinasi yang menarik. Secara umum, rasa manis yang mendominasi, tetapi rasa manis tersebut berpadu dengan sentuhan rasa asam yang ringan. Dari kedua rasa tersebut menciptakan keseimbangan rasa yang unik tentunya. Banyak orang yang tidak terbiasa dengan tekstur dan rasanya. Namun tak sedikit juga orang yang sangat menyukai makanan tradisional ini.

Sejarah Camilan Brem

Brem merupakan camilan tradisional khas yang identik dengan dua wilayah di Indonesia, yaitu Maidun dan Wonogiri. Namun, meskipun kini brem dapat kita temukan di hampir semua toko oleh-oleh, sebenarnya camilan ini berasal dari Kabupaten Madiun, tepatnya di Desa Kaliabu dan Desa Bancong. Nama ’brem’ kabarnya berasal dari pembuatan yang melibatkan fermentasi selama tujuh hari. Istilah ’peram’ dalam bahawa Jawa terdengar seperti ’prem’, sehingga camilan tradisional ini disebut brem.

Pada masa penjajahan Belanda, masyarakat menganggap brem sebagai makanan orang desa yang cukup mewah. Hal ini karena orang-orang pada masa itu lebih memilih untuk memakan nasi, jagung, atau pangan lainnya yang mengandung karbohidrat. Brem adalah makanan yang tidak membuat kenyang, jadi brem hanya menjadi camilan yang ada di rumah-rumah orang berada.

Foto: X.com

Seiring berjalannya waktu, jajanan ini mengalami perkembangan dalam pembuatannya. Saat ini jajanan ini tidak hanya yang berbentuk persegi panjang dan berwarna putih pucat saja, ada juga yang berbentuk bulat pipih, persegi ataupun bentuk lainnya. Jika dahulu kuliner khas Madiun ini hanya terkenal asam dan manis, saat ini jajanan sudah mengeluarkan berbagai macam varian rasa seperti stroberi, cokelat, jeruk, melon, bahkan sampai durian. Brem kini tidak hanya bisa kita temukan di daerah Madiun atau Jawa Timur saja, tetapi juga dapat kita temukan di Jawa Tengah dan Bali.

Meskipun masyarakat Indonesia tidak asing dengan jajana brem, banyak dari meraka tidak mengetahui bagaimana awal mula pembuatan jajanan dan untuk apa. Hingga saat ini, belum ada literatur khusus yang membahas mengenai asal mula jajanan ini. Jajanan kabarnya memang sudah ada sejak zaman penjajahan kolonial Belanda. Selain itu, jajanan tidak hanya dinikmati oleh warga lokal, tetapi juga diekspor hingga ke mancanegara, seperti Denmark dan Malaysia. Kini, brem menjadi salah satu oleh-oleh khas Madiun yang selalu menjadi incaran oleh wisatawan baik lokal maupun mancanegara.

Proses Pembuatan

Foto: iStock - Ika Rahma

Brem merupakan camilan tradisional yang proses pembuatannya memerlukan kesabaran dan ketelitian tinggi.

  • Camilan ini terbuat dari sari ketan hitam yang telah di fermentasi.
  • Sari ketan hitam akan mengendap selama sekitar satu hari satu malam.
  • Proses awalnya adalah dengan merendam ketan, lalu mencampurnya dengan ragi hingga berubah menjadi tape.
  • Pembuat brem akan memeras tape dan hanya mengambil sarinya saja.
  • Kemudian direbus hingga kental sebeleh mencetak dan menjemurnya.
  • Proses keseluruhan dari awal hingga brem siap dikemas bisa memakan waktu hingga tujuh hari.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *